ManajemenS2.umsida.ac.id – Di dunia investasi, solvabilitas kerap dianggap sebagai salah satu indikator penting dalam menilai kekuatan perusahaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan sebuah entitas membayar kewajiban jangka panjangnya melalui utang dan modal sendiri.
Namun, penelitian terbaru yang dilakukan Wisnu Panggah Setiyono SE MSi PhD, dosen Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menemukan hasil yang berbeda ketika indikator ini diuji pada perusahaan teknologi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hasil studi tersebut menegaskan bahwa tidak seperti profitabilitas dan likuiditas, solvabilitas ternyata tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan teknologi.
Temuan ini membuka ruang diskusi menarik tentang bagaimana karakter industri berbasis inovasi dipandang oleh investor.
Baca juga: Set Aset Strategis Hadapi Krisis Ekonomi
Fokus Investor pada Laba dan Arus Kas
Profitabilitas (ROA) dan likuiditas (CR) terbukti menjadi faktor dominan dalam menentukan nilai perusahaan teknologi.

Investor lebih tertarik pada potensi perusahaan menghasilkan laba dan kemampuan menjaga stabilitas arus kas.
Kedua hal ini dianggap lebih mencerminkan kesehatan jangka pendek dan prospek pertumbuhan perusahaan dibandingkan rasio utang jangka panjang.
“Dalam industri teknologi, investor cenderung tidak menempatkan struktur hutang sebagai pertimbangan utama. Mereka lebih fokus pada profitabilitas dan likuiditas karena kedua aspek itu menunjukkan prospek keuntungan yang nyata,” jelas Wisnu Panggah Setiyono.
Logika di balik sikap investor ini cukup jelas. Perusahaan teknologi bergerak dalam ekosistem yang penuh ketidakpastian, ditopang inovasi dan dinamika pasar yang sangat cepat.
Dalam konteks demikian, kemampuan menjaga aliran kas dan mencetak laba konsisten jauh lebih dihargai dibandingkan rasio solvabilitas yang bersifat jangka panjang.
Lihat juga: Etika Bisnis: Modal Penting untuk Manajer Profesional
Keterbatasan Solvabilitas di Industri Berbasis Inovasi
Penelitian yang dilakukan pada 12 perusahaan teknologi di BEI periode 2021–2023 memperlihatkan pola unik.

Meskipun utang adalah instrumen penting dalam mendukung ekspansi bisnis, rasio solvabilitas tidak terbukti memengaruhi nilai perusahaan secara signifikan.
Hal ini menandakan bahwa investor tidak serta merta menganggap besar kecilnya utang sebagai tolok ukur.
Sebaliknya, mereka menaruh perhatian pada sejauh mana perusahaan dapat mengelola risiko, menjaga operasional, serta tetap inovatif di tengah tekanan pasar.
Menurut Wisnu, “Solvabilitas memang penting dalam jangka panjang, tetapi bagi sektor teknologi, indikator ini tidak selalu menjadi penentu nilai. Pasar lebih peduli apakah perusahaan bisa menghasilkan inovasi yang menguntungkan sekaligus menjaga kesehatan keuangan jangka pendek.”
Pola ini sejalan dengan teori sinyal yang menjadi landasan penelitian.
Bagi perusahaan teknologi, laporan keuangan yang menunjukkan profitabilitas dan likuiditas tinggi menjadi sinyal positif yang meningkatkan kepercayaan pasar.
Sebaliknya, tingkat utang tidak serta merta dianggap sinyal negatif, selama perusahaan mampu menjaga arus kas dan konsistensi laba.
Implikasi bagi Strategi Perusahaan
Temuan ini memberikan pelajaran penting bagi manajemen perusahaan teknologi di Indonesia.
Bahwa menjaga profitabilitas dan likuiditas harus menjadi prioritas utama dalam strategi keuangan mereka.
Meskipun pengelolaan utang tetap penting untuk ekspansi, namun rasio solvabilitas bukan faktor yang menentukan dalam menarik perhatian investor.
“Perusahaan teknologi sebaiknya tidak hanya fokus pada struktur modal, melainkan lebih pada bagaimana memastikan arus kas tetap sehat dan laba terus tumbuh. Hal itu terbukti lebih diapresiasi pasar,” tegas Wisnu.
Dengan kata lain, perusahaan harus mampu menyeimbangkan strategi inovasi dengan disiplin pengelolaan keuangan jangka pendek.
Investor ingin melihat bukti nyata dari kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah, bukan sekadar komposisi hutang dan ekuitas.
Di tengah persaingan ketat dan volatilitas pasar yang tinggi, solvabilitas memang tetap relevan sebagai bagian dari manajemen risiko.
Namun, dalam perspektif investor terhadap perusahaan teknologi, peran solvabilitas bersifat terbatas.
Profitabilitas dan likuiditas tetap menjadi indikator utama yang membentuk nilai dan daya tarik di pasar modal.
Di masa depan, kecenderungan ini kemungkinan akan semakin menguat seiring makin ketatnya persaingan di industri digital.
Investor akan semakin selektif, menaruh perhatian lebih pada perusahaan yang mampu membuktikan kinerja nyata melalui laba dan likuiditas yang terjaga, bukan sekadar struktur modal di atas kertas.
Sumber: Jurnal “The Influence of Profitability, Liquidity, and Solvency on Company Value in the Technology Sector Listed on the Indonesia Stock Exchange”
Penulis: Indah Nurul Ainiyah