ManajemenS2.umsida.ac.id – Pekerjaan manajer keuangan dulu identik dengan laporan bulanan, pengendalian biaya, dan memastikan kas perusahaan aman.
Itu masih penting, tetapi lanskapnya berubah cepat. Fintech, e-wallet, payment gateway, hingga blockchain membuat aliran uang bergerak real time, lintas platform, dan sering kali melibatkan pihak ketiga.
Akibatnya, manajer keuangan tidak cukup hanya paham akuntansi dan budgeting mereka perlu memahami ekosistem transaksi digital agar keputusan bisnis tetap akurat, aman, dan kompetitif.
Transformasi ini juga memengaruhi cara perusahaan melayani pelanggan. Semakin banyak konsumen menuntut pembayaran yang cepat, praktis, dan terintegrasi.
Ketika perusahaan lambat beradaptasi, dampaknya bukan cuma ke bagian keuangan, tetapi bisa ke penjualan, loyalitas pelanggan, dan kepercayaan pasar.
Baca juga: IHSG di Pusaran Perang Dagang: Ketika Sentimen Global Mengguncang Pasar Indonesia
Fintech dan E Wallet Mengubah Cara Perusahaan Mengelola Arus Keuangan

Fintech memperluas pilihan pembiayaan dan pembayaran cicilan digital, paylater, integrasi e-wallet, serta sistem pembayaran otomatis untuk langganan.
Dari sisi operasional, ini memberi peluang efisiensi. Rekonsiliasi transaksi bisa lebih cepat, pencatatan bisa terhubung dengan sistem akuntansi, dan laporan kas harian lebih mudah dipantau.
Namun ada konsekuensi yang harus dikelola. Pertama, biaya transaksi.
Banyak layanan digital mengenakan fee per transaksi, MDR, atau biaya pencairan dana.
Jika tidak dihitung sebagai bagian dari strategi harga dan margin, profit bisa terkikis diam-diam.
Kedua, kompleksitas rekonsiliasi. Banyak kanal pembayaran berarti banyak format data, jadwal settlement yang berbeda, dan potensi selisih yang sulit dilacak.
Manajer keuangan perlu membangun SOP rekonsiliasi yang disiplin, memilih sistem yang mampu menggabungkan data, serta menetapkan kontrol internal yang jelas.
Ketiga, risiko fraud dan keamanan. Semakin digital transaksi, semakin besar peluang penipuan: social engineering, akun palsu, chargeback, hingga kebocoran data pelanggan.
Manajer keuangan perlu bekerja dekat dengan tim IT dan kepatuhan untuk memastikan proses verifikasi, batas transaksi, audit log, dan mitigasi risiko berjalan.
Lihat juga: Pemimpin Perempuan Berdaya: Dekan FBHIS Umsida Sabet Outstanding GAD Partners Award
Blockchain Bukan Sekadar Tren tapi Perlu Disikapi Strategis
Blockchain sering dibicarakan seolah semua perusahaan harus mengadopsinya. Ini pemahaman yang terlalu sederhana.
Nilai blockchain bukan pada “keren-kerenan teknologi”, tetapi pada fitur transparansi, jejak transaksi yang sulit dimanipulasi, dan kemungkinan otomatisasi melalui smart contract.
Untuk perusahaan tertentu, ini bisa berguna pada rantai pasok, pencatatan aset, atau transaksi lintas negara.
Tetap saja, adopsinya perlu selektif. Manajer keuangan harus menilai kesiapan bisnis apakah masalah utama perusahaan benar-benar soal transparansi data dan verifikasi transaksi, atau justru masalah proses internal yang belum rapi.
Banyak organisasi ingin lompat ke blockchain padahal fondasi data, SOP, dan tata kelola belum kuat.
Di era digital, kompetensi manajer keuangan bergeser menjadi tiga hal: literasi teknologi, manajemen risiko, dan kemampuan mengambil keputusan berbasis data real time.
Praktiknya bisa dimulai dari yang paling relevan: memetakan kanal pembayaran, menghitung total biaya digital, memperkuat kontrol internal, dan membangun dashboard arus kas yang mudah dibaca.
Ketika fondasi ini kuat, perusahaan bukan hanya “ikut tren fintech”, tetapi benar-benar memanfaatkannya untuk mempercepat pertumbuhan dengan tetap aman dan terukur.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah












