ManajemenS2.umsida.ac.id – Dalam beberapa tahun terakhir, green management menjadi istilah populer di dunia bisnis, seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan.
Banyak perusahaan mengklaim telah menerapkan green management untuk mendukung pelestarian lingkungan.
Namun, di balik klaim tersebut, muncul pertanyaan mendasar: apakah langkah yang diambil benar-benar komitmen nyata atau hanya strategi pencitraan yang dikenal dengan istilah greenwashing?
Greenwashing dan Ilusi Keberlanjutan
Green management seharusnya menjadi pedoman perusahaan untuk mengintegrasikan prinsip ramah lingkungan dalam setiap aspek operasionalnya.

Sayangnya, masih banyak perusahaan yang terjebak pada greenwashing—yakni praktik mencitrakan diri seolah peduli lingkungan, padahal tidak ada perubahan berarti dalam proses bisnis.
Fenomena ini muncul karena konsumen kini semakin peduli pada keberlanjutan. Label “ramah lingkungan” dan kampanye hijau menjadi daya tarik pasar.
Perusahaan pun memanfaatkan tren ini untuk memperkuat citra, meski praktiknya masih merusak lingkungan, seperti deforestasi, polusi, atau penggunaan bahan bakar fosil.
Akibatnya, green management yang seharusnya membawa perubahan positif justru tereduksi menjadi sekadar strategi pemasaran.
Konsumen tertipu, dan upaya kolektif menuju keberlanjutan menjadi terhambat.
Lihat juga: Kebijakan Upah Minimum Antara Tantangan Dunia Usaha dan Harapan Kesejahteraan Sosial
Triple Bottom Line sebagai Standar Nyata
Untuk mewujudkan green management yang autentik, perusahaan perlu mengadopsi konsep Triple Bottom Line (TBL) yang menilai kinerja bisnis dari tiga aspek: People (manusia), Planet (lingkungan), dan Profit (keuntungan).

Prinsip ini menekankan bahwa keberhasilan bisnis tidak hanya diukur dari keuntungan finansial, tetapi juga dari kontribusinya pada masyarakat dan kelestarian alam.
Sayangnya, banyak perusahaan yang mengaku menerapkan green management berbasis TBL, namun faktanya hanya fokus pada profit.
Mereka mengabaikan kesejahteraan pekerja dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Padahal, penerapan TBL membutuhkan perubahan sistemik, mulai dari pengelolaan sumber daya manusia secara adil hingga pengurangan jejak karbon yang konsisten.
Perusahaan yang serius menjalankan green management harus mampu menjaga keseimbangan tiga pilar TBL. Tanpa itu, klaim keberlanjutan akan kehilangan makna dan tidak mampu memberikan dampak nyata.
Transparansi dalam ESG Reporting
Salah satu cara menghindari greenwashing dalam green management adalah melalui ESG Reporting (Environmental, Social, and Governance) yang transparan dan mengikuti standar internasional seperti GRI (Global Reporting Initiative).
Laporan keberlanjutan ini memuat data terkait dampak operasional perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat, dan tata kelola.
Perusahaan yang benar-benar menerapkan green management akan menampilkan data akurat, mulai dari pengelolaan limbah, pengurangan emisi, hingga program tanggung jawab sosial.
Dengan transparansi, publik dapat memverifikasi setiap klaim ramah lingkungan dan menilai sejauh mana kebijakan tersebut dijalankan.
Sayangnya, masih banyak perusahaan yang melakukan ESG Reporting hanya sebagai kewajiban administratif, bukan sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.
Hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan konsumen dan investor. Studi World Economic Forum (WEF) menegaskan bahwa transparansi menjadi faktor kunci membangun reputasi jangka panjang, terutama bagi perusahaan yang mengaku menjalankan green management.
Menjadikan Green Management sebagai Solusi Nyata
Green management bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan strategis untuk menghadapi tantangan lingkungan global.
Perusahaan yang benar-benar berkomitmen akan menjadikan green management sebagai bagian dari identitas korporasi, bukan hanya proyek sementara.
Implementasi yang efektif mencakup perencanaan jangka panjang, inovasi teknologi ramah lingkungan, pemberdayaan masyarakat, serta evaluasi berkelanjutan.
Lebih dari itu, green management yang sukses akan mendorong perubahan budaya organisasi, di mana setiap karyawan memahami dan menjalankan nilai-nilai keberlanjutan.
Jika perusahaan gagal mengintegrasikan green management secara menyeluruh, mereka akan terus terjebak pada pencitraan semu yang tidak memberi manfaat nyata bagi lingkungan maupun masyarakat.
Sebaliknya, perusahaan yang mampu menunjukkan konsistensi antara kata dan tindakan akan menjadi teladan dalam menciptakan dunia bisnis yang bertanggung jawab.
Pada akhirnya, keberhasilan ini terletak pada kemauan untuk transparan, mengutamakan keseimbangan antara profit, sosial, dan lingkungan, serta membuktikan bahwa bisnis dapat tumbuh seiring dengan kelestarian bumi.
Tanpa itu semua, konsep ini hanya akan menjadi slogan kosong indah di permukaan, namun hampa di dalam.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah