ManajemenS2.umsida.ac.id – Di tengah memuncaknya perang dagang AS Tiongkok pada tahun 2025, dinamika pasar keuangan global menunjukkan perubahan drastis yang juga dirasakan kuat oleh Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Prof Dr Drs Sriyono MM CpQnR CSA, dosen Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), mengungkap bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sangat sensitif terhadap tiga variabel global harga emas dunia, harga minyak dunia, dan indeks Dow Jones (DJIA).
Ketiga variabel ini terbukti menjadi determinan utama dalam menggerakkan arah IHSG selama masa ketegangan ekonomi internasional tersebut.
Menurut penelitian tersebut, perang dagang dengan tarif balasan yang mencapai 145% dari AS dan 125% dari Tiongkok memicu gejolak besar pada rantai pasok global, fluktuasi mata uang, dan penurunan tajam sentimen investor.
Dalam konteks inilah perilaku IHSG berubah secara signifikan, mengikuti pola pergerakan global ketimbang sekadar mengacu pada kondisi domestik.
“Pergerakan pasar saham Indonesia selama krisis 2025 tidak bisa dilepaskan dari guncangan global karena integrasi pasar yang semakin dalam,” ungkap Prof Sriyono dalam penelitiannya.
Baca juga: Sukses Ciptakan Aplikasi Koperku, 2 Dosen Fbhis Umsida Sabet Penghargaan KISI 2025
Emas Sebagai Penopang, Minyak Sebagai Penekan

Temuan pertama yang menarik adalah bagaimana emas yang biasanya menjadi aset pelindung nilai justru memberikan pengaruh positif signifikan terhadap IHSG.
Data regresi yang ditampilkan pada halaman 11 penelitian menunjukkan koefisien emas sebesar 0,529 dengan signifikansi 0,010, menandakan bahwa kenaikan harga emas dunia berkorelasi dengan meningkatnya IHSG.
Fenomena ini, menurut Prof Sriyono, terjadi karena pasar melihat emas bukan hanya sebagai “pelarian”, tetapi sebagai indikator stabilitas global yang mendorong optimisme jangka pendek di pasar saham.
“Dalam situasi perang dagang, investor tidak hanya mencari safe haven, tetapi juga melihat emas sebagai sinyal stabilitas yang memberi kepercayaan pada pasar saham, termasuk IHSG,” tulisnya menegaskan.
Berbeda halnya dengan minyak dunia. Hasil regresi menunjukkan koefisien –25,973 dengan tingkat signifikansi 0,003 penurunan yang sangat relevan dalam konteks Indonesia sebagai negara pengimpor minyak.
Kenaikan harga minyak meningkatkan biaya produksi, menekan daya beli, dan memicu inflasi, sehingga turut menekan kinerja IHSG.
Pada periode perang dagang, volatilitas minyak dunia semakin menajam, menjadikan dampaknya terhadap IHSG lebih terasa.
Lihat juga: Ekonomi Islam Tawarkan Jalan Baru Menuju Keberlanjutan: Kritik Dr Kumara terhadap Kapitalisme
Dominasi Dow Jones dan Integrasi Pasar Indonesia
Dari ketiga variabel yang diuji, DJIA tampil sebagai faktor paling dominan dengan koefisien 0,135 dan signifikansi 0,000, menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan signifikan.
Pada halaman 12 penelitian, dijelaskan bahwa ketika Dow Jones bergerak naik, IHSG hampir selalu mengikuti.
Hal ini menegaskan bahwa Indonesia semakin terhubung dengan arus modal global, sehingga sentimen dari Wall Street memiliki pengaruh langsung terhadap pergerakan IHSG.
“Sebagai salah satu pusat keuangan dunia, perubahan pada DJIA segera diterjemahkan investor sebagai sinyal arah ekonomi global, dan ini cepat tercermin pada IHSG,” jelas Prof Sriyono dalam analisanya.
Pergerakan Dow Jones yang positif selama jeda perundingan dagang, meskipun singkat, menciptakan ribuan miliar arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sebaliknya, setiap gejolak di AS langsung memicu capital outflow dan membuat IHSG berfluktuasi tajam.
Penelitian ini menegaskan bahwa pasar modal Indonesia kini berada dalam ekosistem global yang terhubung erat.
Ketika ketegangan internasional meningkat, tiga variable emas, minyak, dan DJIA menjadi kompas yang menentukan arah IHSG.
Temuan Prof Sriyono tidak hanya memperkuat pemahaman tentang sensitivitas IHSG, tetapi juga memberi pesan penting bagi pembuat kebijakan dan investor.
Stabilitas pasar Indonesia tidak lagi cukup ditopang oleh kondisi domestik saja, melainkan sangat ditentukan oleh dinamika global yang bergerak cepat dan kompleks.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah












